This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 02 Maret 2017

Menakar Kadar Kepatuhan Wajib Pajak

Menakar Kadar Kepatuhan Wajib Pajak

Oleh: Oji Saeroji, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Presiden Joko Widodo dalam penyampaian nota RAPBN tahun 2017 beberapa waktu lalu merumuskan tiga kebijakan utama dalam perekonomian salah satunya menyangkut kebijakan perpajakan yang diharapkan dapat mendukung ruang gerak perekonomian. Selain sebagai sumber penerimaan, perpajakan diharapkan dapat memberikan insentif untuk stimulus perekonomian. Lebih lanjut kebijakan strategis dalam RAPBN 2017 dalam hal Penerimaan negara yang lebih memberi kepastian dan memberikan momentum ruang gerak perekonomian.
Dari sisi penerimaan perpajakan, peningkatan dilakukan melalui berbagai terobosan kebijakan antara lain dengan mulai diimplementasikannya kebijakan amnesti pajak yang telas sukses dilaksanakan pada tahap satu dan dua di tahun 2016. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memperkuat fondasi bagi perluasan basis pajak dan sekaligus meningkatkan kepatuhan pembayar pajak di masa mendatang.
Kepatuhan Membayar Pajak
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, penetapan kenaikan target penerimaan pajak selalu di atas 20%. Puncaknya pada tahun 2015 ketika target pajak naik hingga mencapai 30%, di tengah kondisi tidak tercapainya target pajak pada tahun sebelumnya. Dan yang lebih menyedihkan capaian penerimaan pajak merupakan indikator utama menilai kinerja Ditjen Pajak yang berimbas pada pemberian tunjangan kinerja setiap tahun, bahkan pertumbuhan penerimaan yang selalu positif sekalipun hanya menjadi pelengkap data semata.
Selama ini, penetapan target pajak dalam APBN selalu menggunakan asumsi makro. Indikator ekonomi makro seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi memegang peranan penting dalam menghasilkan formula penetapan target pajak. Seharusnya, target pajak dihitung dari pendekatan mikro seperti jumlah wajib pajak terdaftar, jumlah pembayar pajak, dan kepatuhan wajib pajak. Formula ini akan menghasilkan basis pemajakan yang sifatnya rutin. Kemudian, ditambahkan potensi pajak yang akan menjadi basis tambahan pajak baru, seperti sektor potensial dan pencairan piutang pajak. Gabungan antara basis pemajakan rutin tahun sebelumnya dan potensi pajak akan menjadi target pajak yang lebih tepat.
Baru pada tahun 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengambil kebijakan tegas, dengan tidak menaikkan target pajak sebagiamana tahun-tahun sebelumnya. Asumsinya bahwa postur APBN harus kredibel dan itu dimulai dengan penetapan target yang mendekati kondisi yang sebenarnya. Baru ketika basis pajak dibenahi tahun 2017, maka tahun-tahun berikutnya pajak akan bergerak lebih agresif dan terukur.
Dalam penggunaan APBN pemerintah menutup tahun 2016 dengan kondisi defisit anggaran yang relatif aman, 2,46% atau di bawah angka 3% yang dapat berakibat politik. Capaian realisasi pajak sendiri turut memengaruhi kondisi tersebut. Penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.105,2 triliun atau 81,56% dari target APBN-P 2016. Capaian tersebut sedikit mengalami pertumbuhan dibanding realisasi penerimaan pajak tahun 2015.
Potensi penerimaan pajak pada tahun 2017 sendiri diprediksi akan lebih baik dari tahun 2016 dengan menggali potensi pajak yang semakin tinggi , di samping itu peluang sekaligus tantangan untuk meraih penerimaan pajak ceruknya masih sangat besar. Hal ini dilihat dari anomali struktur dan komposisi penerimaan pajak yang masih didominasi oleh segelintir wajib pajak badan besar saja. Dengan demikian maka peluang melakukan ektra effort baru terbuka sangat lebar untuk memperbesar capaian penerimaan pajak. Perilaku kepatuhan membayar pajak sangat ditentukan oleh seberapa ketat pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pajak. Semakin luas, efektif, dan tegas ruang lingkup pengawasan, maka muncul kecenderungan wajib pajak akan semakin patuh dalam membayar pajak.
Kepatuhan Melaporkan Pajak
Setiap tahun muncul basis pemajakan yang akan terus bertambah seiring kinerja Ditjen Pajak dalam kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan. Sebagai contoh, Wajib Pajak Badan atau Pengusaha yang mengikuti program amnesti pajak secara otomatis akan menjadi basis pemajakan baru. Karena, dengan mengikuti amnesti pajak, berarti secara tidak langsung Wajib Pajak mengakui kekeliruan dalam menghitung kemampuan finansialnya. Mereka ini akan menjadi pembayar pajak baru atau membayar pajak lebih besar pada tahun berikutnya. Sehingga, basis pemajakan akan menjadi lebih luas, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
Pola seperti itu akan terus berjalan karena tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam hal melaporkan pajaknya masih rendah, kisaran 60%-70% dan itupun masih didominasi oleh wajib pajak orang pribadi karyawan bukan wajib pajak pengusaha. Proses menuju kepatuhan yang tinggi merupakan upaya yang berkelanjutan, tidak akan berhenti. Karena semakin tinggi tingkat kepatuhan pajak, baik secara formal atau material, maka akan memperbesar basis pemajakan. Ini berakibat akan semakin besar penerimaan pajak yang dapat dihimpun.
Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Di antara ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang paling mudah diamati adalah kepatuhan melaporkan kegiatan usaha, karena seluruh wajib pajak berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap tahun dalam bentuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam setiap masa atau Tahunannya.
Beberapa wajib pajak mempunyai kepatuhan yang buruk dengan tidak membuat dan menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik secara benar, lengkap dan jelas, baik laporan bulanan atau masa maupun tahunan. Yang memprihatinkan adalah wajib pajak semacam ini berjumlah paling banyak dari seluruh wajib pajak terdaftar. Patut menjadi perhatian lebih serius bagi Ditjen Pajak agar masalah ini bisa diatasi dan diawasi secara lebih.
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak antara lain ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata, dan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi. Dalam sesi tanya jawab pada beberapa kegiatan sosialisasi perpajakan yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah masyarakat kurang merasakan manfaat dari pajak yang telah dibayar, misalnya masih banyaknya jalan yang rusak dan sarana publik yang tidak memadai serta kasus korupsi yang kerap mendera pejabat eksekutif pemerintahan baik pusat ataupun daerah. 
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak melaporkan pajaknya sebagai bagian pembentukan basis data yang valid antara lain menciptakan pelayanan publik yang profesional, mengelola uang pajak secara adil dan transparan, membuat peraturan perpajakan yang mudah dipahami wajib pajak, dan meningkatkan tindakan penegakan hukum kepada wajib pajak yang tidak patuh.
Potensi Pajak Awal Tahun
Dalam triwulan pertama setiap tahunnya Ditjen Pajak perlu melakukan upaya serius dan sungguh-sungguh dalam hal pencapaian penerimaan pajak melalui program penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Momentum awal tahun ini tentu saja sebagai langkah memperbanyak basis data perpajakan juga dapat meningkatkan pembayaran pajak.
Sosialiasasi dan program penyuluhan yang dilakukan secara masif melalui sosialisasi tatap muka langsung melalui berbagai workshop, seminar, olahraga bersama, Car Free Day dan banyak kegiatan outdoor lainnya, maupun sosialisasi tanpa tatap muka langsung melalui situs https://djponline.pajak.go.id, media elektronik televisi dan radio, media cetak koran, buku-buku pelajaran sekolah dan booklet-booklet, serta melalui media online dan media sosial (medsos) sebagai upaya membangkitkan kesadaran dalam hal meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam hal membayar pajak maupun melaporkan kewajiban perpajakannya.
Kemudahan-kemudahan  dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi melalui SPT secara elektronik atau biasa dikenal dengan e-filing lapor pajak lebih mudah, cepat dan dimana saja sudah menjadi terobosan Ditjen Pajak dalam beberapa tahun terakhir. Dan bagi Wajib Pajak Badan melalui e-SPT  juga menjadikan laporan lebih sederhana dan mudah dalam pembuatannya.
Kewajiban melaporkan SPT Tahunan secara periodik sebenarnya telah menjadi kewajiban yang melekat bagi setiap wajib pajak baik orang pribadi atau badan sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan undang-undangnya namun demikian apa yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2015 mewajibkan Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi seluruh ketentuan peraturan perpajakan dengan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, membayar pajak, serta mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui e-Filing sudah menjadi terobosan yang positif bagi pemerintah untuk menjadi teladan dan patuh dalam melaporkan pajaknya.
Dengan semangat keteladan aparatur negara khususnya Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (ASN/TNI/Polri) melaporkan pajaknya diharapkan akan menjadi bola salju yang terus menerus membesar dan menular kepada para wajib pajak untuk melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap, dan jelas sekaligus menghindari sanksi administrasi yang patut dikenakan atas ketidakpatuhan tersebut.
Kepatuhan wajib pajak baik itu dalam membayar pajak dan melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap, dan jelas adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama Ditjen Pajak, selain memacu kinerja pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara Negara di bidang perpajakan.
Kita semua tahu dan sadar bahwa pajak adalah pondasi negara, tanpa pajak maka negara runtuh. Maka dari itu, marilah bersama-sama kita gugah dan sadarkan saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air yang belum terdaftar menjadi Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri segara sebagai Wajib Pajak, dan bagi yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak untuk membayar pajak dan menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan benar, lengkap, dan jelas. Mari jaga keutuhan negeri dan membangun kejayaan bangsa dengan pajak karena pajak milik bersama.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.


Rabu, 01 Maret 2017

Pemerintah Seriusi Wajib Pajak yang Nakal Pasca-Amnesti

Pemerintah Seriusi Wajib Pajak yang Nakal Pasca-Amnesti




Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan untuk lebih menggencarkan pemeriksaan kepada wajib pajak yang terindikasi melakukan penghindaran pajak setelah program amnesti pajak berakhir. Langkah ini difokuskan kepada wajib pajak yang tidak memanfaatkan momentum amnesti pajak hingga 31 Maret mendatang. 
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama bahkan membagi wajib pajak ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama, lanjutnya, adalah wajib pajak yang bisa hidup tenang lantaran penghasilannya di bawah Penghasilan Tak Kena Pajak (PTKP). Artinya wajib pajak yang masuk dalam golongan ini, selama patuh lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), dibebaskan dari kewajiban membayar pajak penghasilan. Apalagi kalau wajib golongan ini sudah memanfaatkan amnesti pajak. 
Sementara kelompok kedua, lanjut Hestu, adalah wajib pajak yang tidak memanfaatkan amnesti pajak padahal penghasilannya di atas PTKP. Atau, bisa juga yang terjadi adalah wajib pajak sudah mengikuti amnesti pajak namun harta yang dilaporkan belum seluruhnya. 
"Presiden kan sudah bilang bahwa Indonesia ikut Otomatisasi Keterbukaan Informasi (AEoI). Prioritas penegakan hukum kami adalah (wajib pajak) yang tak ikut amnesti dan yang ikut tapi belum lapor semua," kata Hestu di Kementerian Keuangan, Rabu (1/3).
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji menambahkan sesuai pasal 35 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), setiap institusi wajib menyampaikan data perpajakan. Hingga saat ini, wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak baru 6 persen dari keseluruhan wajib pajak yang wajib sampaikan SPT. Artinya, masih ada 94 persen wajib pajak yang belum ikut amnesti pajak. 
Pemerintah bahkan berniat menambah 5.000 pemeriksa yang nantinya akan diperbantukan dari account representative. Tugas account representative adalah melakukan imbauan kepada wajib pajak yang terindikasi melakukan penghindaran pajak. Baru setelah diimbau, maka fungsional pemeriksa melakukan pemeriksaan. 
"Jadi pemeriksa kami jumlahnya akan naik dua kali lipat," kata Angin. 
Nantinya, tenaga dari account representative yang diperbantukan menjadi fungsional pemeriksa akan diberikan tugas untuk pemeriksaan sederhana. Sementara pemeriksaan dalam skala besar tetap dilakukan oleh tenaga pemeriksa yang sudah ada sebelumnya.
Sumber : republika.co.id


Ancaman Sri Mulyani Bagi Para Penunggak Pajak

Ancaman Sri Mulyani Bagi Para Penunggak Pajak



Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Foto/SINDOnews
A+ A-
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan ancaman yang tak main-main bagi para penunggak pajak yang tidak ikut pengampunan pajak (tax amnesty). Setelah berakhirnya program tax amnesty pada Maret 2017, pihaknya akan melakukan pelacakan terhadap data wajib pajak yang mangkir membayar pajak.

Dia mengatakan, pihaknya akan melacak aktivitas ekonomi para wajib pajak potensial berdasarkan sektor usaha. Pihaknya pun melibatkan Kapolri, Panglima TNI, hingga Kejaksaan Agung untuk melacak data tersebut.

"Kami akan bedah sektor berdasarkan jenis usaha, semua data yang ada termasuk Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, Kementerian Perindustrian, kita akan lacak. Jadi mohon dimaklumi, kami akan melakukan pelaksanaan UU Pajak secara konsisten," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Menurutnya, dalam jangka waktu tiga tahun, pihaknya akan mendapatkan data lengkap mengenai ketaatan mereka membayar pajak. Data tersebut akan digunakan untuk menagih kepada mereka dengan mengenakan sanksi 2% per bulan selama 24 bulan.

"Kalau tidak ikut dan tidak menyerahkan SPT maka kami akan menghitung bahwa dalam jangka tiga tahun kami temukan itu. Kita akan menggunakan data tersebut untuk menagih kepada anda, termasuk kenakan sanksi 2% per bulan selama 24 bulan. Berarti sanksinya sekitar 48%. Bandingkan dengan tarif tax amnesty yang sekarang hanya 5%," tandasnya.

(ven)


Sumber : sindonews.com

Tax Amnesty Bakal Berakhir, Ditjen Pajak Tebar Ancaman

Tax Amnesty Bakal Berakhir, Ditjen Pajak Tebar Ancaman



Ditjen Pajak memperingatkan bakal ada dua kelompok yakni yang hidup tenang dan mereka yang dihantui ketakutan setelah program tax amnesty berakhir. Foto/Ilustrasi

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan melakukan penegakan hukum yang tegas pasca berakhirnya program pengampunan pajak atau tax amnesty pada 31 Maret 2017. Masyarakat pun diminta berhati-hati terhadap hal tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, setelah berakhirnya tax amnesty maka pihaknya akan membagi wajib pajak menjadi dua kelompok. Dua kelompok tersebut adalah mereka yang hidup tenang dan mereka yang dihantui ketakutan.

"Jadi ada dua kelompok wajib pajak yang kita bagi setelah nanti tax amnesty, yaitu wajib pajak yang bisa hidup tenang dan wajib pajak yang kalau istilah Presiden ya hati-hati," katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Lebih lanjut dia memaparkan, masyarakat yang hidup tenang pasca berakhirnya tax amnesty adalah mereka yang berada dalam golongan di bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Selain itu, wajib pajak yang sudah patuh membayar pajak dan mereka yang belum patuh, tapi sudah memanfaatkan program amnesti pajak.

"Yang belum patuh waktu itu, tapi sudah memanfaatkan amnesti pajak, semua declare asetnya dapat surat keterangan, clear. Seperti ini bisa hidup dengan tenang," imbuh dia.

Sementara masyarakat yang berada dalam kelompok berhati-hati adalah mereka yang tidak patuh dan tidak ikut amnesti pajak. Mereka akan masuk radar penegakan hukum petugas pajak.

Tak hanya itu, masyarakat yang sudah ikut tax amnesty pun juga ada yang harus berhati-hati. Peserta tax amnesty yang harus berhati-hati adalah mereka yang belum melaporkan seluruh hartanya dalam program tersebut.

"Era keterbukaan informasi kan sudah didepan mata. Jadi yang prioritas pemeriksaan adalah wajib pajak yang tidak ikut amnesti dan ikut tapi belum lapor sepenuhnya. Yang ikut amnesti tenang aja sepanjang semua dilaporkan," paparnya.

(akr)

Sumber : sindonews.com

Usut Penunggak, Ditjen Pajak Bakal Lipat Gandakan Personel

Usut Penunggak, Ditjen Pajak Bakal Lipat Gandakan Personel



Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bakal melipatgandakan petugas pemeriksa demi mengusut harta para penunggak pajak. Foto/Istimewa

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak main-main dengan ancaman akan mengusut harta para wajib pajak (WP) yang tak ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) serta tidak memenuhi kewajiban membayar pajak dengan benar. Bahkan, Ditjen Pajak bakal melipatgandakan petugas pemeriksa demi mengusut harta para penunggak pajak.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Praytino Aji mengungkapkan, selama ini petugas pajak dibagi menjadi dua, yakni account representative (AR) dan pemeriksa fungsional. AR difungsikan untuk memberikan imbauan kepada WP (wajib pajak) yang belum membayar kewajiban. Sementara pemeriksa fungsional ditugaskan memeriksa data-data wajib pajak yang dilaporkan oleh AR.

"Selama ini, fungsional pemeriksaan direpotkan dengan pemeriksaan rutin. Nah pasca tax amnesty, fungsional pemeriksaan kita tambah double," ujarnya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Selanjutnya, kata Angin, petugas pemeriksa fungsional akan dibantu oleh AR. DJP bakal mengerahkan AR untuk membantu pemeriksa mengusut data-data para pengemplang pajak.

"Jadi kawan-kawan AR tugasnya tidak hanya mengimbau. Data wajib pajak yang belum melaksanakan tax amnesty disandingkan dengan data yang masuk di DJP. Inilah yang jadi poin penting dan informasi yang harus disampaikan ke DJP," bebernya.

Sebelum dilakukan pemeriksaan, wajib pajak yang belum menuntaskan pembayaran pajak akan diimbau untuk segera menuntaskannya. Imbauan akan dilayangkan oleh AR sebanyak dua kali setelah ditemukan fakta bahwa wajib pajak tersebut masih menunggak pajak.

"Kalau enggak ada respons juga (dari wajib pajak) maka teman-teman AR dan fungsional pemeriksaan akan memeriksa. Jadi nanti yang akan memeriksa ada dua kali lebih banyak," ungkap Angin.

Sebab itu, dia mengimbau para wajib pajak yang merasa belum menuntaskan kewajibannya membayar pajak untuk segera mengikuti program amnesti pajak. Setelah Maret 2017, tidak akan ada lagi pengampunan bagi para penunggak pajak.

Terlebih, pada Juli 2018 pemerintah akan mulai mengimplementasikan era keterbukaan informasi (automatic exchange of information/AEoI). Di era keterbukaan informasi tidak ada lagi tempat bagi penunggak pajak menyembunyikan hartanya.

"Kalau Perppu (keterbukaan informasi) dilaksanakan, maka tidak ada tempat lagi kawan-kawan menyembunyikan hartanya. Anda bisa katakan ah pindah saja jangan di Indonesia. Tapi perlakuannya di negara lain akan sama. Mereka akan memberikan informasi kepada negara lain mengenai hal tersebut," tandasnya.



Sumber : sindonews.com


Suku Bunga Acuan BI Diprediksi Naik

Suku Bunga Acuan BI Diprediksi Naik

JAKARTA - Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi memprediksi Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan pada semester II (dua) tahun ini karena didorong oleh faktor ekonomi domestik dan juga dinamika ekonomi global.
"Ditopang dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi dan juga tekanan dari global 'interest rates' yang didorong oleh The Fed, kami memperkirakan adanya kemungkinan BI akan menaikkan suku bunganya 25 basis poin di semester II tahun ini," ujar Gundy di Jakarta.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada pertengahan Januari memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) di level 4,75%. RDG juga memutuskan suku bunga deposit facility tetap 4% dan lending facility juga tetap 5,5% yang berlaku efektif sejak 20 Januari 2017.
Bank sentral menyatakan keputusan tersebut sejalan dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
"Ruang untuk BI menurunkan suku bunga acuannya bisa dibilang nyaris tidak ada untuk tahun ini," kata Gundy.
Setelah mencatat kinerja yang relatif baik selama tahun 2016, prospek perekonomian nasional ke depan diperkirakan tetap membaik, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga.
Kendati demikian, sejumlah risiko di 2017 tetap patut diwaspadai, baik yang bersumber dari global, terutama terkait arah kebijakan AS dan Tiongkok serta kenaikan harga minyak dunia, maupun dari dalam negeri terutama terkait dengan dampak penyesuaian harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices) terhadap inflasi.
Disamping itu, Gundy Cahyadi juga memprediksi suku bunga Bank Sentral AS The Fed akan naik hingga sebanyak empat kali pada tahun ini.
"Kami masih memiliki pandangan bahwa US Fed akan menaikkan suku bunganya sebanyak empat kali sepanjang tahun ini," ujar Gundy.
Ia menuturkan, pemulihan di Amerika Serikat telah terus berlanjut. Masalah ketenagakerjaan yang terjadi setelah krisis finansial global pada 2008-2009 yang lalu, boleh dibilang hampir 100 % hilang.
"Perekonomian AS saat ini telah kembali di level full-employment. Selain itu, inflasi juga telah mencapai target The Fed, melewati level 2% sejak Desember 2016," katanya.
Gubernur The Fed Janet Yellen sendiri sebelumnya mengatakan bahwa kebijakan fiskal adalah salah satu faktor yang akan mempengaruhi arah kebijakan moneter selama beberapa tahun ke depan. Namun ia menegaskan kembali bahwa masih terlalu dini untuk menilai dampak dari kemungkinan perubahan kebijakan ekonomi, karena ukuran, waktu dan komposisi perubahan tersebut masih belum pasti.
Yellen juga menekankan bahwa bank sentral mungkin akan terus menaikkan suku bunga secara bertahap, karena ekonomi tampaknya tidak mungkin meningkat secara kuat dalam waktu dekat, karena faktor-faktor seperti permintaan luar negeri yang lemah dan pertumbuhan pasar tenaga kerja lebih lambat.
Namun, beberapa pejabat Fed mengisyaratkan bahwa bank sentral dapat mempercepat kenaikan suku bunga, jika bauran kebijakan fiskal baru yang diperkenalkan oleh pemerintahan baru dan kongres meningkatkan inflasi. Suku bunga The Fed sendiri saat ini berada di kisaran 0,5-0,75% di mana pada awal Februari 2016 lalu FOMC sepakat untuk mempertahankan di level tersebut.
(dni)

Sumber : okezone.com

Selasa, 28 Februari 2017

Bank Dunia: Keuangan Syariah dapat Mengatasi Ketimpangan Ekonomi

Bank Dunia: Keuangan Syariah dapat Mengatasi Ketimpangan Ekonomi


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia dan Islamic Development Bank (IDB) telah mengeluarkan laporan global keuangan syariah yang fokus pada prospek keuangan syariah dalam mengatasi ketimpangan pendapatan di seluruh dunia, serta meningkatkan kemakmuran. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh PBB.
"Laporan ini fokus pada bagaimana keuangan islam dapat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan bersama," ujar Presiden Islamic Develompent Bank Group Mohamed Ali dilansir Gulf Times, Rabu (1/3),
Ali menambahkan, keuangan syariah memiliki potensi untuk pembangunan ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kemakmuran bersama. Laporan ini didasarkan pada asumsi bahwa keuangan syariah memiliki prinsip adil dan merata. 
Selain itu, keuangan syariah didasarkan pada pembagian risiko dan pembiayaan berbasis aset. Dengan prinsip-prinsip tersebut keuangan syariah dapat membantu meningkatkan stabilitas di sektor keuangan. 
Keuangan islam juga memainkan peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan karena dapat menarik masyarakat untuk masuk ke dalam sistem keuangan formal. Apalagi, keuangan islam berkaitan dengan latar belakang agama dan budaya. 
Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa untuk memperkuat potensi dari keuangan syariah perlu ada mekanisme dalam mencapai meningkatkan harmonisasi dan implementasi regulasi. Selain itu, perlu ada pengakuan regulasi produk untuk memperluas pasar.
Sumber : republika.co.id
Diperlukan juga penciptaan lembaga-lembaga yang menyediakan pembiayaan ekuitas berbasis syariah terutama untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta mengembangkan produk pasar modal dan sukuk untuk membantu pembiayaan proyek-proyek infrastruktur besar. 
Untuk mencapai semua tujuan tersebut, keuangan syariah harus mendukung lembaga-lembaga non perbankan yang saat ini telah berkembang namun kurang dimanfaatkan. Lembaga keuangan non bank itu antara lain takaful, serta pemanfaatan potensi zakat dan wakaf untuk pembangunan ekonomi.